Fans Haters Logika dan Persepsi

Fans dan haters adalah dua kelompok yang sama-sama unik. Kehadiran mereka setidaknya menghiasi dari obrolan di warung kopi hingga tulisan-tulisan di media massa, semisal twitter, facebook dan lainnya. Untuk beberapa kriteria sebenarnya hal ini tidak jadi persoalan. Namun pada suatu kondisi tertentu, hal ini dapat menyebabkan berbagai persoalan. Dan tentunya persoalan-persoalan yang muncul diharapkan tidak mengganggu jalannya suatu kegiatan/program dan ketentraman sosial.

Seperti yang terjadi saat ini adalah yang dikenal dengan "pendukung" dan "haters"? Nama tepatnya sya tidak tahu pasti.
Tapi dari manakah semua itu atau mengapa hal itu bisa terjadi? Sejak kapan hal itu terjadi? Dan persoalan atau masalah-masalah apa yang kemudian muncul karena danya hal itu? Bla..bla..bla...

Aku mencoba mengingat-ingat apa yang siang tadi kubaca sambil menggoyang-goyangkan bolpoint di tanganku. Kupikir memang seperti itulah, status dan halaman media sosial seringkali berkutat antara fans-haters, pengkritik-pendukung, dan aku pikir kadangkala agak berlebihan. 

Saat ini aku benar-benar tidak berpikir tentang Wulan, perempuan anggun yang sering menghiasi lamunanku. Aku teringat beberapa kalimat yag aku peroleh sekitar dua bulan yang lalu, hanya selang beberapa hari setelah aku bertemu dengan Wulan. Tulisan tentang logika dan persepsi, hanya beberapa paragraf saja. Dan dulu, sering aku perdebatkan dengan diriku sendiri apakah pertemuan dengan Wulan dan caraku mendeskripsikan tentang dirinya telah membentuk persepsi yang tidak wajar yang dapat membuatku sulit menerima logika? Seandainya pun dianggap hasrat, nyatanya Wulan bukan lagi seorang lajang, meskipun umurnya 4 tahun lebih muda dariku. Lalu logika apapun mampu aku patahkan untuk sebuah pembenaran. Pembenaran karena persepsi yang tanpa sadar sudah aku batasi. Sudut pandangku pun dapat aku ubah sesuai yang aku perlukan.  Dari cinta, hasrat, hormon, ketidak-berdayaan, atau apapun sudut pandang yang sekiranya dapat membuatku merasa benar.

"Bukanlah logika yang mesti diperdebatkan, tetapi persepsilah yang seringkali menimbulkan kekeliruan pemikiran."

"Ketika kita sudah memilih persepsi kita, bisa saja kita berperasaan sudah benar. Merasa benar adalah suatu emosi, bukan keadaan logis. Jika kita memilih sebuah informasi, menentukan nilainya sebagai 'baik' atau 'buruk' dan membatasi persepsi, maka kita sebetulnya dapat membuka sudut pandang apa saja. Perasaan 'merasa benar' inilah yang sering menimbulkan banyak perselisihan. Sebuah kesombongan yang buruk, baik kesombongan intelektual maupun perilaku."

Aku menoleh pada gelas di atas meja, kopiku tinggal setengah dan mulai dingin. Segera ku raih dan ku minum sebelum benar-benar menjadi dingin. Sekilas aku menyimpulkan bahwa kita harus memperluas persepsi, agar mampu menjadi arif. Sungguh kali ini aku memposisikan diri sebagai menjadi baik.

Beranda

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Agar Hubungan Awet dan Mesra

Panduan Penyusunan Kalender Musim Dalam Rangka Penyusunan RPJMDes

Kesiapan Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes)